Sport

Pengusaha Indonesia di Klub Sepak Bola Eropa

×

Pengusaha Indonesia di Klub Sepak Bola Eropa

Sebarkan artikel ini



Cerp-lechapus.net, JOGJA—Para pengusaha Indonesia menjadi pemilik klub sepak bola di luar negeri. Apakah memiliki klub sepak bola memberikan keuntungan besar?

Seiring berjalannya kompetisi Asian Cup atau Asian Football Confederation (AFC) U23, pembahasan tentang sepak bola ramai di tanah air. Terlebih Timnas Sepak Bola Indonesia yang baru pertama kali lolos ke AFC U23 bisa melaju hingga semifinal. Pembahasan tentang sepak bola kemudian semakin melebar, termasuk kiprah para pengusaha Indonesia yang memiliki klub sepak bola di luar negeri, utamanya di Eropa.

Pada akhir 2022 lalu, Anindya Bakrie dan Eric Thohir menjadi pemilik saham mayoritas klub sepak bola Oxford United. Mereka menguasai 51% saham di klub Liga Satu Inggris itu, dua tingkat di bawah Liga Premier sebagai kasta tertinggi liga sepak bola di Inggris.

Ketua Dewan Direksi Oxford United, Grant Ferguson, menyambut bahagia datangnya dua pengusaha asal Indonesia menjadi bagian dari manajemen klub. Terlebih saat ini industri sepak bola semakin berubah. “Diam di tempat bukan pilihan, dan saya sangat senang kami membangun masa depan yang lebih bisa dipertahankan untuk klub,” katanya, beberapa waktu lalu.

Anindya Bakrie dan Eric Thohir membeli saham Oxford United dari kepemilikan sebelumnya oleh pengusaha Thailand Sumrith “Tiger” Thanakarnjanasuth. Anindya merasa terhormat menjadi pemegang saham mayoritas. “Bukan hal yang mudah, dunia melewati sejumlah tantangan, namun kami bukan orang baru di Oxford United, kami telah lama ingin memastikan bisnis jangka panjang,” katanya.

Sebelum menjadi pemegang saham mayoritas, Anindya dan Erick sudah terlibat di klub selama tiga tahun terakhir sebagai investor minoritas. Bagi mereka, menjadi investor mayoritas merupakan tanggung jawab untuk bekerja sama dengan tim manajemen, dewan direksi dan investor, serta para fan.

Tidak hanya sebatas hubungan bisnis dengan klub, menjadi pemilik saham juga menjadi cara kolaborasi sesama pengusaha di Asia Tenggara. Di samping Anindya dan Erick, pemegang saham lain berasal dari Vietnam dan Thailand. “Ini adalah kesempatan yang unik untuk bekerja sama, tidak hanya antara Indonesia dan Inggris tetapi juga antara Inggris dan Asean,” katanya. “Kami memikirkan apa yang dapat kami lakukan untuk Oxford United sehingga setiap pihak bangga.”

Kepemilikan saham klub bola ini menambah daftar pengusaha Indonesia yang mengelola tim sepak bola di luar negeri. Klub ini tersebar dari Inggris sampai Italia.

Prospek dari Bisnis Klub Sepak Bola

Dalam laporan Deloitte Annual Review of Football Finance, keuntungan rata-rata dari tim-tim di Liga Premier Inggris nilainya tidak lebih dari 4 persen dari total pendapatan kotor. Untuk divisi di bawahnya, prediksi keuntungan pendapatannya bisa lebih sedikit.

Terkait pembelian klub sepak bola di Inggris, ada bercandaan apabila membeli tim cukup mudah. Namun saat seseorang ingin memiliki klub bola dengan biaya 1 juta poundsterling, mereka harus menyiapkan 2 juta poundsterling. Kalimat itu mungkin bermaksud apabila menjadi pemilik klub berpotensi merugi daripada untung.

Sebagai contoh adalah Simon Jordan. Dia pernah mengambil alih klub Crystal Palace dengan mengeluarkan 10 juta poundsterling atau Rp 191 miliar. Alih-alih untung, Simon justru merugi lantaran klub yang dia beli tidak kunjung berkembang. Ada saran untuk orang yang ingin terjun di industri sepak bola. Calon pemilik perlu memilih klub yang sudah punya nama dan konsisten pendapatannya. Jika perlu, pilihlah klub yang finansialnya sangat baik.

Industri Sepak Bola di Indonesia

Pendapatan komersial klub sepak bola di Indonesia bisa saja hanya setengah dari biaya operasional. Dalam riset Mohamad D. Revindo di The Conversation, perputaran uang di klub Indonesia rata-rata senilai Rp3 triliun setiap tahun. Pendapatan utama klub-klub tersebut berasal dari hak siar, sponsorship, merchandise, tiket, dan sumber uang komersial lainnya.

Meski biaya operasionalnya sebesar itu, pendapatan klub bisa saja hanya separuhnya, atau sekitar Rp1,5 triliun. Itu pun untuk klub di liga utama. Bagi klub di kasta liga yang lebih bawah, pendapatan bisa lebih sedikit. Sehingga keuntungan membeli sebuah klub itu ditentukan dari cara berkembang, baik secara bisnis maupun prestasi.

Mengakuisisi tim berarti mengambil alih dokumen atau lisensinya saja. Proses itu tidak begitu susah. Tantangannya justru dalam pengembangan dan mencari pundi-pundi pemasukan. Apalagi perlu mencari uang untuk kebutuhan tim dalam satu musim atau periode tertentu.

Pembeli klub membutuhkan uang lagi yang jauh lebih besar. Mereka harus mengontrak pemain, pelatih, official, tempat latihan, home base, lalu investasi untuk pengeluaran selama kompetisi berjalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *