Sport

13 Persen Guru Indonesia Berpenghasilan di Bawah Rp500 Ribu

×

13 Persen Guru Indonesia Berpenghasilan di Bawah Rp500 Ribu

Sebarkan artikel ini



Cerp-lechapus.net, JOGJA—Sebanyak 13% guru di Indonesia berpenghasilan di bawah Rp500.000. Penghasilan di bawah upah minimum ini membuat para guru harus memiliki kerja sampingan sampai menggadaikan barang.

Temuan ini berasal dari riset Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa pada awal Mei 2024. Survei kesejahteraan guru mencakup 403 responden dari 25 provinsi di Indonesia. sampel berasal dari berbagai latar belakang, baik PNS, PPPK, sampai honorer.

BACA JUGA : Ratusan Siswa dan Guru SDUA Bantul Gelar Pawai Budaya Nusantara

Peneliti IDEAS, Muhammad Anwar, mengatakan dalam temuan survei-nya, sebanyak 42% guru memiliki penghasilan di bawah Rp2 Juta per bulan. Sementara sebanyak 13 persen di antaranya berpenghasilan di bawah Rp500.000 per bulan.

Apabila masuk lebih spesifik pada kategori responden guru honorer atau kontrak, persentase guru yang dianggap kurang sejahtera lebih besar lagi. Sebanyak 74% guru honorer atau kontrak berpenghasilan di bawah Rp2 Juta per bulan. Bahkan 20,5% di antaranya masih berpenghasilan dibawah Rp500.000.

“Nominal tersebut masih di bawah upah minimum kabupaten-kota (UMK) 2024 terendah Indonesia, yaitu Kabupaten Banjarnegara dengan UMK sebesar Rp 2.038.005. Ini artinya, di daerah dengan biaya hidup terendah sekalipun para guru terutama guru honorer masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” kata Anwar dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (21/05/2024).

Sayangnya, sudahlah penghasilan rendah, guru tersebut masih perlu menanggung anggota keluarganya. Dalam survei ini, setiap guru rata-rata memiliki tiga orang anggota keluarga. Sebanyak 89% guru merasa bahwa penghasilan dari mengajar tersebut pas-pasan bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hanya 11% saja yang mengaku cukup dan ada sisa.

Dengan tingkat penghasilan yang rendah, berbagai upaya dilakukan guru untuk menutupi kebutuhan hidup salah satunya adalah memiliki pekerjaan sampingan selain sebagai guru. “Dari survei ini terlihat 55,8% guru memiliki penghasilan tambahan dari pekerjaan lain. Namun penghasilan tambahan ini pun tidak signifikan, mayoritas guru yang memiliki sampingan tersebut hanya mendapat kurang dari Rp500.000,” katanya.

Pekerjaan sampingan terfavorit yang dipilih oleh guru yaitu mengajar privat atau bimbel, berdagang, bertani, buruh, konten kreator, dan driver ojek daring.

Tetap Ingin Mengajar

Penghasilan utama sebagai guru, termasuk juga pemasukan dari pekerjaan sampingan, tidak selalu mencukupi kebutuhan sehari-hari seorang guru. Saat ada kebutuhan mendesak, atau untuk menambal kekurangan biaya hidup, guru meminjam uang ke berbagai pihak.

Tercatat sebanyak 79,8% guru mengaku memiliki utang. “Para guru mengaku memiliki utang kepada Bank/BPR sebanyak 52,6%, keluarga atau kerabat 19,3%, koperasi simpan pinjam 13,7%, teman atau tetangga 8,7% dan pinjaman online 5,2%,” kata Peneliti IDEAS, Muhammad Anwar.

Ketika dalam kondisi terdesak oleh suatu kebutuhan, sebanyak 56,5% guru mengaku pernah menjual atau menggadaikan barang berharga miliknya. Adapun barang yang digadaikan antara lain seperti emas perhiasan, BPKB kendaraan, sertifikat rumah atau tanah, motor, emas kawin, dan SK PNS.

“Dengan kondisi kesejahteraan guru yang rendah, kami melihat tekad guru Indonesia sangat membanggakan, ini terbaca dari 93,5% responden berkeinginan untuk tetap mengabdi dan memberikan ilmu sebagai guru hingga masa pensiun, walau kesejahteraan sebagian besar mereka jauh dari layak,” kata anwar.

BACA JUGA : Masih Ada Tawuran Pelajar, Bupati Halim: Segera Kami Kumpulkan Guru BP dan Kepala Sekolah di Bantul

CEO GREAT Edunesia Dompet Dhuafa, Asep Hendriana, mengatakan bahwa temuan IDEAS tersebut terkonfirmasi oleh pengalaman lembaganya dalam mendampingi para guru. “Berdasarkan pengalaman lembaga kami, tingkat kesejahteraan yang rendah pada profesi guru, tidak pernah menyurutkan semangat mereka untuk tetap mengajar, hingga usia senja karena bagi mereka ini adalah sebuah pengabdian,” katanya.

Asep menilai pemerintah baik pusat maupun daerah perlu memperhatikan permasalahan ini. Selain soal kesejahteraan, Asep juga memandang perlu ada lembaga-lembaga yang memang mendampingi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajarannya lewat pelatihan, pendampingan, dan program capacity building lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *