Sport

Tribute to Kretek Digelar untuk Melawan Hari Tanpa Tembakau

×

Tribute to Kretek Digelar untuk Melawan Hari Tanpa Tembakau

Sebarkan artikel ini


Cerp-lechapus.net, SLEMAN—Komunitas Kretek bersama Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menggelar Tribute to Kretek bertajuk ‘Berterimakasihlah Pada Segala yang Memberi Kehidupan’. Berlangsung di Kancane Coffee & Tea Bar, Sleman, acara ini merupakan bentuk perlawanan terhadap Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang membawa misi pengendalian tembakau.

Rangkaian Tribute to Kretek 2024 menghadirkan talkshow, orasi kebudayaan, dan hiburan dari band asal Surabaya, Silampukau, dan musisi veteran yang memiliki concern terhadap kelestarian kretek, Jibal Windiaz. Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek, Moddie Alvianto Wicaksono, mengatakan setiap narasi yang dibawa pada peringatan HTTS hanyalah dalih untuk mematikan industri hasil tembakau.

“Banyak narasi yang sudah dikeluarkan oleh anti rokok, dari sekian banyak narasi itu tujuannya adalah menerapkan FCTC [Framework Convention on Tobacco Control] agar mereka dapat dengan leluasa menghimpit industri hasil tembakau,” kata Moddie yang juga dosen tersebut, Jumat (31/5/2024).

BACA JUGA : Industri Rokok Dikabarkan Mengap-mengap, 6 Juta Buruh

Hingga saat ini, lanjut Moddie, Indonesia memang menjadi salah satu dari beberapa negara di dunia yang belum meratifikasi FCTC. Namun Indonesia memiliki banyak sekali regulasi untuk menghimpit ruang gerak industri hasil, misalnya PP 109 Tahun 2012, kebijakan cukai dan pajak rokok yang eksesif, dan lainnya.

Indonesia tidak seharusnya merayakan hari tanpa tembakau sedunia. Hal tersebut mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki kepentingan besar pada kehadiran tembakau. Puluhan juta orang hidup dan bergantung dari tanaman ini, dan masyarakat Indonesia telah hidup berdampingan dengan tembakau selama ratusan tahun.

Moddie beranggapan HTTS hanyalah satu dari banyak cara anti rokok yang terlembaga untuk mematikan industri hasil tembakau. Jika industri hasil tembakau tumbang, maka kesejahteraan petani tembakau dan buruh rokok yang akan dipertaruhkan, lebih jauh adalah pemasukan besar negara dari sektor cukai dan pajak.

“Jika para pemangku kebijakan itu mau turun ke ladang-ladang tembakau, mau menjenguk dan berinteraksi secara intensif dengan buruh-buruh pabrik rokok, mereka akan tahu jika industri hasil tembakau yang sering mereka regulasi dengan eksesif tersebut adalah berkah nyata bagi petani dan buruh,” katanya.

“Petani itu orang yang organik, mereka tidak perlu disuruh untuk tidak menanam tembakau, asalkan ada tanaman lain yang punya serapan dan nilai jual tinggi, mereka pun akan dengan suka rela beralih.”

BACA JUGA : Duh! Masih Banyak yang Merokok Sembarangan di Kawasan

Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifuddin, mengatakan HTTS merupakan salah satu tanda jika WHO sebagai organisasi kesehatan dunia hanya disibukkan dengan urusan tembakau dan asap rokok. Anti rokok menyimpulkan segala penyakit berasal dari rokok. Sehingga rokok menjadi konsentrasi WHO agar terlihat bekerja menjamin kesehatan bangsa-bangsa dunia.

“Alih-alih peduli pada kebutuhan jaminan kesehatan yang tepat bagi bangsa-bangsa, mereka malah seperti marketing perusahaan farmasi yang ngebet ingin menjadi penguasa tunggal pasar nikotin dunia,” kata Atfi.

Terkait regulasi pertembakauan, Atfi menilai Indonesia telah memiliki segala perangkat untuk perlahan mendorong Industri Hasil Tembakau (IHT) mendekati liang lahat. Namun pada praktiknya, pemangku kebijakanlah yang menjadi mafia yang bekerja di ruang gelap aturan-aturan yang telah mereka terbitkan.

Selama kurun waktu 2022 hingga 2023, Atfi menganggap masyarakat Indonesia disajikan fakta banyak pejabat dan pemangku kebijakan yang menjadi backing rokok ilegal. Sehingga wajar apabila rakyat kecil menduga kenaikan cukai dan harga rokok yang tinggi adalah salah satu rangkaian kejahatan.

“Rokok dibuat mahal, supaya rokok ilegal menjadi opsi prestisius bagi perokok. Dan lagi-lagi korbannya adalah rakyat, buruh rokok legal dan petani tembakau karena tembakaunya tidak terserap baik,” kata Atfi.

Perokok di Indonesia, lanjutnya, seharusnya menolak HTTS. “Perokok harus sadar bahwa apa yang mereka isap hasil dari keringat petani merawat tembakau dan cengkeh, juga keringat para buruh rokok yang memadukan keduanya menjadi sebuah cita rasa khas, cita rasa Indonesia,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *