Cerp-lechapus.net, JAKARTA—Rekor hari terpanas di bumi yang pernah tercatat menurut data awal dari Copernicus Climate Change Service Uni Eropa yaitu jatuh pada Minggu, 21 Juli. Badan ini telah melacak pola cuaca global sejak tahun 1940.
Suhu udara permukaan rata-rata global pada hari Minggu mencapai 17,09 derajat Celcius (62,76 derajat Fahrenheit), sedikit lebih tinggi dari rekor sebelumnya yang dicatat pada bulan Juli lalu sebesar 17,08 C (62,74 F), karena gelombang panas menghanguskan sebagian besar Amerika Serikat, Eropa dan Rusia. Rekor kedua kembali tercatat pada Senin 22 Juli 2024 atau hanya berselang 24 jam setelah 21 Juli.
Suhu udara permukaan rata-rata global naik menjadi 17,15 derajat Celcius (62,87 derajat Fahrenheit) pada hari Senin, 22 Juli. Suhu tersebut 0,06 C (0,11 F) lebih tinggi dari suhu rata-rata global. Rekor hari Minggu menurut Copernicus Climate Change Service Uni Eropa, yang melacak data tersebut sejak tahun 1940.
Hal ini termasuk suhu di Belahan Bumi Selatan, yang saat ini sedang memasuki musim dingin, sehingga menurunkan rata-rata suhu global. Para ilmuwan mengatakan ada kemungkinan bahwa hari Selasa atau Rabu minggu ini dapat kembali melampaui rekor hari Senin, karena puncak suhu umumnya terjadi secara berkelompok.
Rekor hari panas terakhir terjadi pada Juli 2023, rekor tersebut berulang kali dipecahkan selama empat hari berturut-turut dari tanggal 3 hingga 6 Juli. Sebelumnya, rekor tersebut terjadi pada Agustus 2016. Hal yang membuat rekor tahun ini tidak biasa adalah tidak seperti tahun 2023 dan 2016 dunia pada bulan April beralih dari pola iklim El Nino, yang secara umum meningkatkan suhu global karena perairan yang lebih hangat dari biasanya di Pasifik Timur.
Dilansir dari Reuters, Karsten Haustein, seorang ilmuwan iklim di Universitas Leipzig di Jerman, mengatakan bahwa “luar biasa” bahwa rekor tersebut telah dipecahkan lagi saat dunia sudah memasuki fase netral dari El Nino-Southern Oscillation.
Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh perubahan iklim, yang didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil, dalam meningkatkan suhu global, kata para ilmuwan.
Dia mengatakan La Nina akan menyebabkan pendinginan global yang signifikan dan menutupi sebagian pemanasan akibat perubahan iklim. Carlo Buontempo, direktur layanan Copernicus, mengatakan awal minggu ini mungkin bisa melampaui rekor hari Minggu karena gelombang panas terus melanda seluruh dunia.
Tahun lalu, empat hari berturut-turut memecahkan rekor, dari 3 Juli hingga 6 Juli, ketika perubahan iklim, yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, menyebabkan panas ekstrem di belahan bumi utara. Meskipun rekor suhu pada hari Minggu hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan angka tahun lalu.
“Yang luar biasa adalah betapa berbedanya suhu dalam 13 bulan terakhir dibandingkan dengan rekor sebelumnya,” kata Buontempo dilansir dari Reuters.
Setiap bulan sejak Juni 2023 kini menduduki peringkat terpanas di planet ini sejak pencatatan dimulai, dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Beberapa ilmuwan memperkirakan tahun 2024 bisa melampaui tahun 2023 sebagai tahun terpanas sejak pencatatan dimulai, karena perubahan iklim dan fenomena cuaca alami El Nino – yang berakhir pada bulan April – telah mendorong suhu semakin tinggi tahun ini.
“Sebagai konsekuensi dari meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer – kita akan melihat rekor baru dipecahkan dalam beberapa bulan ke depan, dalam beberapa tahun ke depan,” kata Buontempo.
Para ilmuwan dan aktivis lingkungan telah lama menyerukan para pemimpin global dan negara-negara kaya untuk menghentikan ketergantungan pada bahan bakar fosil untuk mencegah dampak bencana perubahan iklim, termasuk meningkatnya gelombang panas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia