JOGJA—Provinsi DIY kembali menjadi provinsi termiskin se-Pulau Jawa versi BPS 2024. Berdasar data, penduduk miskin di Bumi Mataram berada di angka 10,83%; disusul Jawa Tengah 10,47%; Jawa Timur 9,79%; dan Jawa Barat 7,46%.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Sekolah Vokasi UGM, Mudrajad Kuncoro, menilai meski menurun, angka kemiskinan di DIY selalu di atas rata-rata nasional.
Dia menilai kondisi ini terjadi lantaran berbagai program pengentasan kemiskinan yang diinisiasi oleh pemerintah belum menyentuh kantong kemiskinan.
“Istilahnya masih bagita, bagi rata. Semua desa mendapat jumlah anggaran pengentasan kemiskinan yang sama. Padahal, tingkat kemiskinannya berbeda-beda, sehingga angka kemiskinan tidak berkurang signifikan,” kata Mudrajat dalam forum group discusion (FGD) di Dinas Sosial (Dinsos) DIY, Selasa (16/7/2024).
Mudrajad mendorong agar pemerintah mengevaluasi program pengentasan kemiskinan. Menurutnya, pemerintah harus kembali mengidentifikasi siapa saja yang disebut warga miskin. Jangan sampai terjadi inclusion and exclusion error.
Artinya, jangan sampai warga mampu justru memperoleh bantuan, sementara warga miskin tak memperoleh bantuan. Pemerintah juga harus mengidentifikasi kantong kemiskinan di DIY.
BACA JUGA: Terjadi 209 Pelanggaran Lalu Lintas di Bantul pada Hari Pertama Operasi Patuh Progo 2024
“Kalau bicara jumlah warga miskin, yang paling tinggi ada di Bantul, kemudian Gunungkidul. Ada di kawasan pesisir, ada juga di Perbukitan Menoreh,” ujarnya.
Program pengentasan juga harus menyasar hingga ke akar kemiskinan. Penyebabnya harus diidentifikasi. Mudrajad menyebut ada faktor kemiskinan kultural di DIY. Masyarakat yang seharusnya sudah tak layak menyandang status miskin, masih terus meminta bantuan. “Ini memerlukan strategi penyelesaian. Upaya seperti seminar tak relevan untuk mengentaskan kemiskinan,” katanya.
Kepala Dinsos DIY, Endang Patmintarsih, menuturkan program pengentasan kemiskinan di DIY telah tepat sasaran secara by name by address. Namun, jajarannya tetap mengevaluasi angka kemiskinan yang masih berada di atas rata-rata nasional. “Kami akan mencari penyebabnya. “Apakah datanya yang salah, atau program yang belum menyentuh kantong kemiskinan. Perlu dievaluasi lagi,” kata Endang.
Dinsos DIY saat ini fokus 15 kapanewon yang menjadi kantong kemiskinan. Salah satu upayanya adalah dengan memberdayakan fakir miskin. Fakir miskin dikelompokkan untuk bisa saling berkomunikasi. Dari komunikasi itu, nantinya akan tumbuh ide soal potensi yang mereka miliki. “Kami akan mendampingi, kemudian dilihat potensinya, misalnya beternak, maka kami bantu,” katanya.
Dinsos, menurut Endang, juga terus mengedukasi masyarakat untuk menghilangkan mental miskin. Dia juga mengajak masyarakat untuk melapor jika menemukan adanya bantuan sosial yang tak tepat sasaran. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News