JOGJA—Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan prevalensi stunting turun hingga 14% pada akhir 2024. Adapun pada 2023, angka stunting di Indonesia masih mencapai 21,5%. Penguatan pangan Nusantara menjadi upaya percepatan untuk menurunkan angka stunting.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan angka stunting di Indonesia pada 2023 mencapai 21,5%. Tahun sebelumnya, angka stunting sebesar 21,6% atau turun 0,1%. Dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yang dilakukan Kemenkes, diketahui angka stunting tinggi secara nasional yakni berkisar 21,6% ada di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Papua.
Baca Juga: FBE UAJY Kerjasama dengan Globethics-Swiss Gelar Kursus Responsible Leadership
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menilai lambatnya angka penurunan stunting lantaran belum ditemukan model implementasi yang efektif untuk program yang telah ditetapkan. Menurut Menkes, ada masalah dalam eksekusi di lapangan sehingga program pencegahan stunting tidak berjalan dengan optimal. Bahkan Budi menegaskan permasalahan ini terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia karena belum ada satu daerah pun yang secara konsisten berhasil menekan prevalensi stunting.
Dari sisi pangan, implementasi program penurunan stunting sebenarnya dapat disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Dikutip dari Stunting.go.id, Guru Besar bidang gizi, pangan fungsional, dan nutrasetikal dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Tri Dewanti Widyaningsih, M.Kes. menegaskan pengolahan pangan lokal adalah solusi efektif menurunkan stunting.
Baca Juga: Dikukuhkan Sebagai Guru Besar, Begini Pesan Dosen UAJY kepada Mahasiswa yang Masih Menempuh Studi
Tri menyebutkan pangan lokal di Indonesia memiliki varian yang beragam dan jumlah yang melimpah, melebihi kebutuhan masyarakat. Sayangnya, banyak bahan makanan tidak termanfaatkan dengan baik karena gagal dalam pengolahan dan sulit disesuaikan dengan cita rasa anak-anak.
Teknologi Pangan
Beranjak dari permasalahan ini, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) terdorong untuk membantu upaya percepatan penurunan angka stunting dengan membuka program studi (prodi) Teknologi Pangan, Fakultas Teknobiologi. Pengajuan prodi baru ke pihak internal dan eksternal di Dikti sudah 10 tahun yang lalu. Prodi Teknologi Pangan telah memulai perkuliahan pada semester gasal tahun akademik 2023-2024.
Baca Juga: Hadirkan Narasumber dari BEI, Mahasiswa FBE UAJY Belajar Pasar Modal
Tujuan pembukaan prodi ini karena animo mahasiswa untuk mempelajari pangan berbasis teknologi sangat tinggi. Selain itu juga didasarkan keprihatinan terhadap bahan pangan lokal di Indonesia.
Prodi ini akan berorientasi pada produksi pangan Nusantara yang aman, sehat, praktis, rendah allergen, mengurangi tingkat kelaparan, dan membantu pemerintah dalam menanggulangi stunting. Dengan mengedepankan bahan baku lokal khas tiap daerah, diharapkan juga dapat mencegah kepunahan pangan Nusantara.
Sebagai upaya membantu percepatan penurunan stunting dengan menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul di bidang teknologi pangan, UAJY memberikan sejumlah beasiswa bagi mahasiswa baru prodi ini. Di antaranya, beasiswa penuh, beasiswa SPP tetap, potongan SPU dan bebas biaya pendaftaran.
Prodi Teknologi Pangan UAJY turut menjalankan kurikulum berbasis OBE-MBKM (Outcome Based Education – Merdeka Belajar Kampus Merdeka). Program pembelajaran MBKM ini mengacu pada Panduan Kurikulum UAJY 2020 yang disusun berdasarkan Buku Panduan Merdeka Belajar dan Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi di Era Industri 4.0. Dengan demikian, lulusan Teknologi Pangan UAJY akan dipersiapkan sebagai wirausaha, analisis mutu, akademisi atau peneliti, konsultan, hingga manajer dan birokrat hingga profesi lain. Beragamnya profesi dan asal mahasiswa diharapkan tidak hanya membantu penurunan stunting di Indonesia, tetapi menjaga tingkat Kesehatan masyarakat sekaligus membantu melestarikan pangan lokal. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News