MAGELANG—Pengelolaan Sumbu Filosofi Jogja yang telah ditetapkan menjadi Warisan Dunia oleh UNESCO membutuhkan komitmen bersama semua pemangku kepentingan. Dengan begitu, pengelolaannya pun bisa bermanfaat bagi masyarakat sekaligus bernilai positif bagi warisan dunia tersebut.
Sumbu Filosofi Jogja telah ditetapkan menjadi Warisan Dunia oleh UNESCO pada sidang ke-45 World Heritage Committee di Riyadh, Arab Saudi, 18 September 2023. Pengelolaan Sumbu Filosofi Jogja tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi melibatkan seluruh stakeholder yang memiliki kepentingan di area properti.
Atas dasar itu, UPT Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis (BPKSF) Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY menggelar kegiatan Pendampingan Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi: World Heritage Management Workshop di Situs Warisan Dunia Borobudur.
Acara yang diikuti oleh 25 orang dari berbagai instansi di DIY yang menjadi pemangku kebijakan terkait kawasan Sumbu Filosofi Jogja, seperti dari instansi pemerintahan di DIY, Kota Jogja dan Bantul, akademisi, swasta hingga komunitas tersebut digelar selama tiga hari mulai Selasa-Kamis (14-16/5/2024) di Hotel Pondok Tingal, Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Sejumlah narasumber yang dihadirkan meliputi Wiwit Kasiyati, Fransiska Dian Ekarini dan Hari Setyawan dari Museum dan Cagar Budaya Warisan Dunia Borobudur; Rizky Fardhyan UNESCO Office Jakarta; Anton Wibisono dari Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kemendikbudristek; Syukur Asih Suprojo dari Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek; Sylvianti Ika Pratiwi dari PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko; serta dan Kepala Desa Karangrejo, Borobudur, Kabupaten Magelang, M. Hely Rofikun.
Kepala BPKSF, Aryanto Hendro Suprantoro, dalam sambutannya mengatakan pascapenetapan menjadi Warisan Dunia, Sumbu Filosofi Jogja memiliki tantangan besar dalam pengelolaannya.
“Dahulu saat Pangeran Mangkubumi I mendirikan Kraton Jogja dengan landscape ini, tentu banyak pertimbangan, dan Kraton menjadi salah satu pusat peradaban yang menyejahterakan. Kepentingan di Sumbu Filosofi itu luar biasa, ada kepentingan ekonomi dan lain-lain, itu harus disikapi. Apa yang diharapkan leluhur saat membentuk Sumbu Filosofi ini harus diwujudkan bersama,” katanya.
Wiwit Kasiyati yang merupakan Penanggung Jawab Unit Warisan Dunia Borobudur, UPT Museum dan Cagar Budaya (MCB), Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek dalam paparannya menjelaskan Candi Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia pada 13 Desember 1991. Tidak hanya Candi Borobudur tetapi juga Candi Mendut, Candi Pawon dan kawasannnya. Itulah sebabnya, lingkup kerja Unit Warisan Dunia Borobudur mencakup kawasan tersebut.
“Sekarang ini pembangunan di kawasan Borobudur melibatkan kami. Jadi banyak permohonan masuk, dan bahkan pembangunan rumah pun mengajukan izin ke MCB. Ke depan, kami akan membuat buku supaya tidak disibukkan dengan permohonan izin yang kecil-kecil tersebut,” katanya.
Adapun terkait masalah keausan candi, MCB Candi Borobudur telah memberi solusi berupa pemakaian upanat (sandal khusus untuk naik ke candi) serta pendampingan saat naik ke candi. Di tahun kedua penggunaan upanat, masyarakat sekitar Candi Borobudur sudah mendapatkan manfaatnya. Ada 400 perajin upanat di desa-desa yang dikelola melalui Bumdes bersama. Desa-desa di Pegunungan Menoreh yang tidak punya potensi, kini bisa menghasilkan pendapatan dengan membuat upanat.
Jadi Kepentingan Bersama
Sementara Rizky Fardhyan dari Unesco Office Jakarta memaparkan materi tentang prinsip-prinsip pengelolaan Warisan Dunia.
Nilai Universal yang Luar Biasa (OUV) berkaitan dengan warisan budaya yang melampaui batas-batas nasional dan merupakan kepentingan bersama bagi generasi sekarang dan masa depan manusia. “Dengan demikian, pelindungan permanen dari suatu situs Warisan Dunia adalah kepentingan tertinggi bagi komunitas internasional secara menyeluruh,” ucap dia.
Anton Wibisono dari Direktorat Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudristek menjelaskan berdasarkan Konvensi UNESCO 1972 berikut implementasinya, setiap nominasi warisan dunia wajib menyertakan rencana pengelolaan karena sering mengalami proses perkembangan dinamis.
Materi rencana pengelolaan berupa hal-hal yang akan dilakukan dalam beberapa puluh tahun ke depan. “Warisan dunia selalu berada dalam ancaman, seperti pembangunan, infrastruktur trsnportasi. Apakah pembangunan haram di warisan dunia? Tentu tidak, asal tidak merusak nilai OUV. Pembangunan boleh tapi masyarakat dunia diyakinkan bahwa pembangunan itu tidak menghilangkan nilai penting sumbu filosofi dan bahwa pembangunan dibutuhkan masyarakat, bernilai positif bagi warisan dunia tersebut,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News