JOGJA—Taman Budaya Yogyakarta (TBY) kembali menyuguhkan pameran seni rupa yang dikemas dalam gelaran Suluh Sumurup Art Festival. Kegiatan ini dilaksanakan pada 14-22 Mei 2024. Ada berbagai rangkaian acara di dalamnya, salah satunya adalah pameran seni rupa oleh para seniman difabel.
Ratusan karya seni rupa terpajang di Ruang Pamer TBY, Jumat (17/5/2024) siang. Di satu sisi ruangan, ada juga sebuah seni instalasi truk. Lalu, ada juga karya fashion yang dipamerkan. Siapa sangka, ini adalah karya-karya para difabel. Ini merupakan wadah yang dibentuk oleh TBY bersama Dinas Kebudayaan DIY untuk memberi fasilitas ruang pameran bagi para difabel.
Kepala TBY, Purwiati, menuturkan acara ini merupakan kegiatan pameran seni rupa difabel yang kedua kalinya. Sebelumnya, karya yang dipamerkan hanya sebatas karya seniman lokal DIY. Namun, kini karya datang dari 12 provinsi di Indonesia atau berskala nasional. Progres yang lebih baik dari tahun kemarin ini sejalan dengan tema Suluh Sumurup Art Festival 2024, yakni Jumangkah.
“Artinya setelah tahun kemarin kami mencoba untuk berkoordinasi lintas akademisi, praktisi, komunitas pelaku seni difabel sudah kolaborasi. Kemarin kami sudah berhasil pameran. Progresnya, harapan kami satu langkah lebih baik,” katanya saat ditemui di TBY, Jumat (17/5/2024).
Ia mengatakan pameran seni rupa difabel ini menjadi salah satu komitmen TBY dalam memberikan ruang bagi para difabel untuk bisa mengekspresikan seni. Sebab, menurutnya selama ini difabel masih perlu lebih banyak lagi ruang-ruang pamer seni. Purwiati menambahkan gelaran Suluh Sumurup Art Festival cukup menarik animo yang tinggi. “Ada rangkaian kegiatan lain seperti workshop bahasa isyarat, workshop ecoprint, literasi, dan pematerinya juga teman-teman difabel. Workshop bahasa isyarat juga full. Pameran belum dibuka, sudah full,” ujarnya.
Sangat Serius
Salah satu kurator, Nano Warsono menjelaskan ada progres signifikan karya-karya seniman difabel dibandingkan dengan gelaran Suluh Sumurup Art Festival tahun lalu. Nano menilai pameran ini dibuat sangat serius. Karya paling jauh bahkan datang dari Manado dan Ambon.
Nano mengatakan karya yang dipamerkan jauh lebih bervariatif. Ada seniman yang berfokus pada penceritaan diri sendiri. Terdapat pula karya yang bercerita soal kerusakan alam, hal sehari-hari, sesuatu yang imajinatif, hingga hal-hal kritis. “Karya-karya teman difabel juga bukan menghafal. Mereka memang mencari inspirasi untuk dirinya,” ujar Nano.
Tak hanya seni rupa, ada juga seni kriya dari kayu yang dibuat oleh seorang seniman asal Jepara. Kayu itu disusun dan dibentuk menjadi miniatur truk yang dikerjakan dengan teknik kesulitan tinggi. Lalu, ada juga fashion batik yang menggunakan teknik karat. “Jadi variasi dari karya yang dihasilkan juga macam-macam,” katanya.
Meski terbilang bervariasi, ratusan karya yang terpajang itu punya semangat dan benang merah yang sama. Nano menjelaskan seluruh karya sama-sama memiliki visi untuk memajukan karya disabilitas di Indonesia. Gelaran Suluh Sumurup Art Festival juga menjadi ajang apresiasi TBY yang merupakan perwakilan dari pemerintah terhadap karya-karya difabel.
“Ini merupakan apresiasi untuk memberikan tempat yang layak bagi teman-teman untuk berpameran,” ujarnya.
Kurator lainnya, Sukri Budi Dharma, mengatakan ruang-ruang pameran seni bagi difabel semacam ini perlu diperbanyak. Ketua Jogja Disability Art (JAD) ini menyebut pemerintah memang telah memberikan perhatian. Namun, akan lebih baik jika porsi ruang seni bagi difabel diperbanyak. Ruang seni seperti gelaran Suluh Sumurup Art Festival juga penting dilakukan. Ini menjadi upaya edukasi bagi difabel agar karya yang mereka buat bisa berkembang. “Bukan hanya pameran, tapi bagaimana ruang itu dibuat secara layak dan setara dengan pameran lain, diberikan hak yang sama. Kegiatan ini mengedukasi. Ada peningkatan dari tahun kemarin. Mereka bisa belajar di situ, ruang yang aksesibel, mereka bisa pameran bukan hanya di sini, itu menjadi edukasi bagi disabilitas,” ujarnya.
Sejauh ini, Sukri melalui JAD telah melakukan pemetaan. Hasilnya, banyak difabel yang memang punya minat dan ketertarikan di bidang seni. Itu tak hanya didominasi oleh seni pertunjukan. Minat terhadap seni rupa juga terbilang banyak. Dia berharap ke depan keterlibatan difabel pada kegiatan seni diharapkan lebih ditingkatkan.
“Misalnya di satu desa ada kelompok-kelompok gending. Coba diajak, diikutkan misalnya main gong untuk teman-teman netra. Intinya melibatkan kemampuan yang mereka punyai. Dengan melibatkan mereka, ada ruang belajar karena bahkan di sekolah pun juga tidak terlalu banyak.” (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News