Cerp-lechapus.net, JOGJA—Tumpukan sampah masih terjadi di seluruh depo di Kota Jogja. Paling parah, terjadi di Depo Mandala Krida. Beberapa waktu lalu, tumpukan sampah di sana bahkan mencapai bahu jalan sebelum akhirnya luberan sampah itu diangkut.
Kabid Pengembangan Kapasitas dan Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja, Christina Endang Setyowati menilai salah satu penyebab tumpukan sampah di depo yang tak terkendali itu adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah dan mengolah sampah sejak dari sumbernya.
“Belum optimal karena memang warga kesadarannya untuk mengolah sampah di sumbernya masing-masing itu belum optimal. Kalau sudah optimal artinya sampah yang terkirim ke depo itu mesti akan berkurang, tidak sebesar itu,” jelas Christina ditemui di Balai Kota Jogja, Senin (24/6/2024).
Menurut Christina, sampah dibuang di depo masih tercampur antara organik, anorganik, dan residu. Padahal, seharusnya depo hanya menerima sampah residu saja yang nantinya akan dikelola oleh Pemkot Jogja. Christina memastikan sejauh ini Pemkot Jogja telah mengampanyekan berbagai teknik pengolahan sampah. Misalnya, pengolahan sampah organik rumah tangga. Berdasarkan catatannya, jenis sampah ini menjadi penyumbang paling banyak sampah di Kota Jogja.
Berbagai cara sudah disosialisasikan kepada masyarakat. Mulai dari pemanfaatan biopori, losida, komposter, hingga ember tumpuk. Sampah organik juga turut diolah oleh bank sampah. Sebab, tak semua rumah tangga punya sarana pengolahan sampah organik di rumah.
“Banyak yang belum punya peralatannya. Semoga, di 2024 ini dengan gerakan biopori dengan dana keistimewaan itu semua warga bisa mengolah sampah organik,” jelasnya.
BACA JUGA: Ngeri! Tumpukan Sampah Jogja Kembali Membludak, PKL di Sekitar Depo Mandala Krida Menangis
Lalu, pihaknya juga menggerakkan sebanyak 678 bank sampah berbasis RT dan RW yang tersebar di Kota Jogja untuk mengolah sampah anorganik. Baik dijual kembali kepada pelapak atau diubah menjadi benda bernilai guna. Rata-rata, bank sampah memiliki anggota sebanyak 20-50 orang. Berdasarkan catatan DLH, masing-masing rumah tangga diperkirakan memproduksi sampah hingga 2,5 kg per hari.
“Artinya ada reduksi yang dilakukan rumah tangga maupun bermuara di bank sampah,” katanya.
Christina mengatakan pihaknya akan terus mengoptimalkan peran bank sampah dan upaya pemilahan serta pengolahan sampah dari sumbernya. Misalnya, dengan melakukan berbagai pemberdayaan masyarakat. “Kia tidak henti-hentinya ke wilayah itu untuk bisa menghidupkan kembali bagaimana mengolah sampah dari setiap rumah, bukan hanya setiap kelompok, tapi setiap rumah bagaimana untuk mengolah sampah,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News