Cerp-lechapus.net, JOGJA—Pemda DIY menyatakan akan melakukan sejumlah langkah untuk menekan angka prevalensi skizofrenia yang tinggi di wilayahnya. Dalam Survei Kesehatan Indonesia 2023 DIY dinyatakan sebagai wilayah dengan prevalensi tertinggi untuk rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga (ART) bergejala skizofrenia di angka 9,3 persen.
Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang umumnya ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan khas dari pikiran dan persepsi mereka. Orang yang menderita gejala skizofrenia tersebut sering kali dikenali oleh masyarakat umum di Indonesia sebagai gila atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat.
BACA JUGA : Stigma tentang Gangguan Kejiwaan Menghambat Ketepatan Penanganan
Direktur RS Jiwa Grhasia Akhmad Akhadi mengatakan, hasil SKI 2023 itu melaporkan bahwa dari 100 orang di wilayah setempat ada 10 orang yang jadi penderita skizofrenia. Hanya saja Akhmad mengklaim bahwa dalam survei itu tidak secara spesifik menangkap penderita itu tetapi orang dengan gangguan jiwa secara umum.
“Namun memang orang dengan gangguan jiwa berat memang didominasi oleh skizofrenia. Kalau sebelumnya DIY prevalensinya satu per mille [dari 1.000 orang terdapat satu penderita skkizofrenia] sekarang hampir 10 persen,” katanya, Sabtu (3/8/2024).
Menurut Akhmad, skizofrenia biasanya terjadi akibat faktor intternal dan eksternal. Faktor internal dikarenakan merupakan gen penderita dari keluarganya memang punya riwayat penyakit itu. Sementara faktor eksternal bisa disebabkan oleh stress atau akibat faktor lingkungan di wilayahnya semisal bencana alam atau kejadian lainnya.
“Misalnya seseorang tidak punya riwayat keluarga gangguan jiwa tapi dia punya stressor yang amat berat seperti gempa bumi. Keluarganya meninggal semua dia sebatang kara dan kelaparan, itu bisa jadi pemicu skizofrenia,” katanya.
Akhmad menjelaskan, langkah awal menekan penderita penyakit itu tentu dengan pengobatan jika telah terdeteksi. Pemda DIY, kata dia juga punya rumah sakit jiwa bertipe A yang punya fasilitas dan peralatan yang mumpuni. Tidak banyak pemerintah daerah di Indonesia yang punya RS jiwa bertipe A dan biasanya hanya dimiliki Kementerian Kesehatan RI.
BACA JUGA : Jumlah ODGJ di Kota Jogja Meningkat, Ini yang Dilakukan Pemkot
“Skizofrenia itu kan penyakit kronik gangguan jiwa berat maka kami juga mengkover pembiayaannya baik itu lewat APBD atau melalui Jamkesos kabupaten kota,” kata dia.
Deteksi Dini
Menurut Akhmad Pemda DIY juga telah punya payung hukum untuk menangani kesehatan jiwa masyarakatnya. Aturan itu tertuang dalam Perda DIY No. 13/2022 Tentang Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa. Pihaknya kini juga tengah menyusun rencana aksi daerah (RAD) untuk penanggulangan masalah penyakit itu di wilayahnya.
“Selanjutnya skrining dan deteksi dini terhadap potensi gangguan jiwa juga dilakukan. Kami sekarang juga tengah menggagas sekolah sehat jiwa yang bertujuan untuk menekan skizofrenia,” ungkapnya.
Dalam program sekolah sehat jiwa itu pihaknya mengajak serta murid dan guru untuk bisa menjadi konselor kesehatan jiwa dari lingkungan sekolah. Tidak hanya fokus pada gejala skizofrenia, program ini juga akan melihat dan menekan potensi gangguan belajar yang dialami murid atau stres yang mengarah pada upaya bunuh diri.
BACA JUGA : Pemuda Bunuh Bapaknya di Nganglik Sleman, Polisi Temukan Pelaku Pernah Dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa
“Jadi sejak dini bisa diketahui kalau temannya mengalami gangguan belajar atau konsentrasi. Itu akan kami replikasi ke sekolah lain,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News