Sport

OPINI: Integrasi NIK dan NPWP: Langkah Awal Ekstensifikasi Pajak

×

OPINI: Integrasi NIK dan NPWP: Langkah Awal Ekstensifikasi Pajak

Sebarkan artikel ini



Mulai Senin depan, 1 Juli 2024 Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara resmi akan digunakan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi di Indonesia. Kebijakan ini sedianya dilaksanakan pada 1 Januari 2024, tetapi mundur enam bulan menjadi 1 Juli 2024.

Integrasi NIK menjadi NPWP telah menjadi topik hangat dalam diskusi perpajakan belakangan ini. Integrasi ini tentu akan menjadi suatu era baru dalam sistem pemungutan pajak kita yang lebih berkeadilan dan merata. 

Kita tentu masih ingat bagaimana diskusi soal penerimaan pajak ini masuk dalam ranah debat pilpres khususnya terkait rendahnya rasio dan ekstensifikasi pajak di Indonesia. Diskusi tentang “berburu di kebun binatang” yang dapat diartikan bahwa hanya wajib pajak yang sudah terdaftar yang terus diburu dengan berbagai kekurangan bayar pajak, sedangkan banyak wajib pajak potensial tidak tertangkap sistem karena tidak melakukan pendaftaran NPWP. Karena wajib pajak tidak terdaftar dalam sistem Direktorat Jenderal Pajak, maka kemungkinan wajib pajak terlacak menjadi lebih kecil. 

Mereka ini seringkali tidak pernah tersentuh pajak meskipun memiliki penghasilan yang besar, bahkan dibandingkan para wajib pajak yang sudah terdaftar. Ini tentu saja menyebabkan wajib pajak yang sudah patuh mendaftar dan melapor berteriak.

Integrasi NIK dan NPWP akan menjadi tonggak baru dalam sistem pemungutan pajak kita. Melalui integrasi ini diharapkan DJP dapat menjaring lebih banyak lagi wajib pajak pontensial sehingga stigma “berburu di kebun binatang” ini dapat dihindari. 

Pemungutan pajak memasuki era baru dengan memberikan penekanan pada data bukan hanya soal rasa. Pengunaan data akan meningkatkan rasa keadilan dalam pemungutan pajak di mana wajib pajak dengan penghasilan yang setara membayar pajak yang sama. Bagaimanapun keadilan pajak adalah salah satu fondasi penting dalam mewujudkan kepatuhan wajib pajak. Semua warga negara yang memiliki penghasilan melebihi penghasilan tidak kena pajak sudah seyogyanya dikenakan pajak tanpa pandang bulu.

Menggali Informasi

Kita bisa membayangkan berapa banyak informasi yang dapat digali DJP dari wajib pajak (maupun calon wajib pajak) melalui aktivitas mereka menggunakan NIK. Wajib pajak membuka rekening bank dan deposito menggunakan NIK. Melakukan pembelian aset baik tanah, rumah, kendaraan, surat berharga, emas dll menggunakan NIK. Wajib pajak yang ingin melakukan kunjungan keluar negeri juga harus tercatat NIK-nya. Ada demikian banyak kegiatan yang harus menggunakan NIK, tentu akan menjadi suatu data dan informasi yang sangat bermanfaat bagi DJP jika dapat dikelola dengan baik.

Penggunaan NIK menjadi NPWP diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta menambah penerimaan negara. Suatu pekerjaan yang amat sangat penting saat ini bagi pemerintah baru. Rencana pemerintah baru yang demikian ambisius dengan banyak janji-janji kampanye yang harus dituntaskan tentu membutuhkan dana yang besar, dan selama ini sektor pajaklah yang menjadi penopang utamanya. Dalam kondisi ekonomi yang lesu saat ini, bukan perkara gampang mendapatkan penerimaan pajak sesuai dengan yang dibutuhkan.

Penulis secara pribadi tidak bisa membayangkan betapa pusingnya pemerintah mencari dana besar untuk melakukan berbagai pembangunan yang direncanakan. Kita tentu sepakat bahwa 2024 bukanlah tahun yang baik bagi perekonomian kita. 

Kondisi geopolitik yang memanas, ekonomi yang tertekan, perusahaan melakukan berbagai efisiensi dan perampingan, nilai tukar rupiah terhadap dolar yang sudah hampir mencapai Rp17.000, menjadi tantangan yang sangat berat bagi pengusaha dan pemerintah. Dalam kondisi ekonomi yang lesu dan keuangan perusahaan yang melemah tentu tidak elok jika pemerintah terus menerus mengejar-ngejar pajak. Apalagi pada wajib pajak yang sudah berusaha patuh selama ini. 

Penulis menilai, momentum integrasi ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh DJP dalam menjaring WP potensial baru. Ekstensifikasi harus digencarkan dan ditingkatkan dengan menggunakan berbagai data yang ada. Teknik analisis dan sistem pengelolaan data saat ini sudah demikian canggih dapat dimanfaatkan DJP untuk mengelola data-data yang diterima untuk membuat terobosan ekstensifikasi yang andal. Dalam kondisi ekonomi yang terbatas, menambah basis wajib pajak adalah solusi untuk pencapaian target penerimaan yang lebih dapat diharapkan.  

Tentu kita semua sadar bahwa upaya ekstensifikasi tidaklah dapat memberikan hasil yang instan. Ada banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakan untuk memastikan ekstensifikasi dapat berhasil. Seluruh data yang demikian banyak harus benar-benar dapat diolah menjadi informasi yang bernilai. 

DJP saat ini juga sedang mengembangkan sistem inti administrasi perpajakan (Core Tax System) yang direncanakan akan diintegrasikan akhir tahun ini sebagai senjata baru dalam mengawasi dan menggali potensi pajak. Kita berharap bahwa ekstensifikasi memberikan hasil yang optimal sehingga pandangan “berburu di kebun binatang” bisa hilang. Pada akhirnya seluruh warga negara (bukan hanya sebagian) yang memenuhi syarat harus melaksanakan kewajibannya dengan baik. 

Nuritomo

Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *