Cerp-lechapus.net, JOGJA—Ombudsman RI (ORI) menyarankan agar ke depan tidak ada lagi pengecer elpiji 3 kg atau gas melon, semua pengecer diubah menjadi pangkalan.
Anggota ORI, Yeka Hendra Fatika mengatakan Ombudsman cukup konsen terkait dengan harga, apabila pengecer menjadi pangkalan maka Harga Eceran Tertinggi (HET) benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
Dia menjelaskan pengecer di warung harga jualnya tidak sesuai dengan HET. Pemerintah tidak memiliki fungsi pengawasan sampai ke arah sana.
Yeka mengatakan Ombudsman ingin memastikan perbaikan layanan terkait harga bisa terjamin sampai ke konsumen. “Caranya tidak boleh ada lagi pengecer, dan semua harus menjadi pangkalan. Saat jadi pangkalan ada prosedur yang harus diterapkan terkait dengan HET,” ucapnya, Jumat (21/6/2024).
ORI melakukan kunjungan ke beberapa titik Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) dan Pangkalan elpiji 3 kg di Jogja, Jumat (21/6/2024). Melalui kunjungan ini, Ombudsman ingin memastikan tidak ada pelayanan publik yang terganggu.
Dia menjelaskan ada tiga indikasi pelayanan publik yang menjadi objek pengawasan. Di antaranya ketepatan penyaluran elpiji 3 kg, keamanan, dan standar kualitas elpiji 3 kg. Menurutnya di lapangan tidak ditemukan persoalan terkait dengan harga. Sebab di pangkalan penjualan harus sesuai HET.
Kemudian terkait dengan berat juga sudah sesuai, yakni 8 kg, terdiri dari berat tabung 5 kg dan berat gas 3 kg. Menurutnya yang masih jadi masalah adalah belum adanya regulasi yang mengatur pembatasan dalam penyaluran. “Sifatnya masih melayani sesuai kebutuhan,” ucapnya.
Menurutnya, regulasi terkait dengan pengetatan ini masih dalam konteks pembahasan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Ombudsman akan memberikan saran terkait hal ini.
Temuan di pangkalan dia sebut terkait dengan keterlambatan. Saat pangkalan sudah kosong harusnya elpiji 3 kg segera didrop. Akan tetapi masih Yeka menyebut masih bisa ditoleransi karena baru saja memasuki momen hari raya.
Lebih lanjut dia mengatakan terkait dengan keamanan bisa dilihat dari umur tabung. Kodenya tertulis di tabung dan jika sudah rusak masyarakat bisa komplain. Di SPBE, kata Yeka, sudah dipisahkan antara tabung yang mau kedaluwarsa dan belum.
BACA JUGA: Pembelian Gas Melon dengan KTP Mulai Diterapkan di Sleman, Warga: Ribet!
Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility Jawa Bagian Tengah (JBT), Brasto Galih Nugroho mengatakan peninjauan bersama dengan Ombudsman dalam rangka pengawasan elpiji 3 kg sehingga bisa tepat sasaran dan tepat kualitas.
Dia menjelaskan, digitalisasi di pangkalan sudah dilakukan per Juni 2024. NIK konsumen harus diinput ke dalam sistem. Melalui sistem digital siapa saja konsumen dan jumlah tabung yang dibeli bisa terlihat. “Kami mengimbau masyarakat yang tidak berhak untuk menggunakan LPG non subsidi,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY, Syam Arjayanti mengatakan harga di pengecer memang ada yang lebih tinggi, karena tidak ada ketentuan. “Pengendalian harga di tingkat pengecer agak susah karena gak ada ketentuan harganya, ketentuan harga hanya sampai di agen,” jelasnya.
Syam menyebut diharapkan nanti akan ada aturan yang mengatur dari agen langsung ke konsumen. Akan tetapi masih perlu waktu karena pengecer juga membutuhkan pendapatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News