SLEMAN—Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY berkomitmen meningkatkan literasi masyarakat, salah satunya terkait dengan sejarah dan kebudayaan Jogja. Hal ini diwujudkan dalam bedah buku berjudul Yogyakarta: Dari Masa Ke Masa, yang digelar di Balai RT14/RW05, Kelurahan Brontokusuman, Kemantren Mergangsan, Kota Jogja, Rabu (10/7/2024).
Wakil Ketua Komisi B DPRD DIY, Sinarbiyat Nujanat, yang hadir sebagai narasumber dalam bedah buku ini menjelaskan, program bedah buku ini sangat menarik dan sesuai dengan masyarakat di wilayah yang disasar. Terlebih, di Brontokusuman ada sejumlah bangunan cagar budaya.
“Sehingga bedah buku berjudul Yogyakarta: Dari Masa Ke Masa ini akan membuka lagi wawasan dan juga informasi bagi masyarakat untuk lebih mengenal budaya dan sejarah Jogja yang sangat luar biasa. Masyarakat harus mengetahuinya,” ujarnya.
Ia berharap program bedah buku ini juga bisa membudayakan masyarakat untuk lebih giat berliterasi sebagai upaya meningkatkan edukasi masyarakat. “Supaya masyarakat lebih teredukasi di tengah kemajuan teknologi dan digitalisasi seperti saat ini,” katanya.
Ketua Kampung Brontokusuman, Muhammad Iqbal Hardian, menuturkan saat ini Brontokusuman sudah ditetapkan sebagai Kampung Budaya.
Melalui bedah buku ini ia berharap bisa memperkuat peran masyarakat dalam berbagai kegiatan Kampung Budaya. “Melalui bedah buku ini diharapkan bisa memberi gambaran sejarah Jogja, sejarah Brontokusuman, lalu apa yang bisa dilakukan sebagai Kampung Budaya.
BACA JUGA: Laka Laut di Gunungkidul Banyak Menimpa Warga Lokal
Di Brontokusuman ada kelompok kesenian bregada, gejog lesung, dan masih banyak lagi yang bisa dikembangkan dan ditingkatkan,” katanya.
Buku karya O.L. Pradipta ini menelusuri perjalanan panjang Jogja dari masa kejayaan para raja Mataram hingga transformasi modern dengan berbagai kemajuannya. Setiap bab mengungkapkan keindahan budaya, tradisi dan filosofi yang membentuk identitas Jogja.
Salah satu narasumber bedah buku, Oni Wantoro, menjelaskan sejarah Jogja tak bisa lepas dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang didirikan pada 1755 setelah terjadinya Perjanjian Giyanti, sekaligus mengakhiri konflik panjang Kerajaan Mataram dengan Pemerintah Hindia Belanda.
“Sri Sultan Hamengku Buwono I yang dikenal sebagai pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memainkan peran penting dalam membangun fondasi kerajaan yang kuat. Dengan kecerdasan dan kebijaksanaannya, Sultan berhasil menyatukan wilayah-wilayah di sekitar Jogja dan memperkuat pertahanan kerajaan,” katanya.
Kebudayaan Jogja yang kaya dan beragam juga menjadi salah satu daya tarik utama dari sejarah kerajaan ini. Dari seni tari yang anggun hingga kerajinan batik yang mendunia, Jogja terus mempertahankan dan mengembangkan warisan budayanya. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News